ATASI PEDOFILIA, ISLAM AJARKAN PENDIDIKAN SEKS (1)


Kasus Pedofilia di Indonesia Tertinggi di Asia
            Pedofilia. Sebuah kata yang akhir-akhir marak menghiasi media dan menjadi konsumsi publik di Indonesia. Satu persatu kasus pedofilia di Indonesia mulai terkuak. Terakhir, polisi menagkap Ahmad Sobadri alias Emon, 24 tahun karena menyodomi 73 bocah laki-laki di Sukabumi. Berita itu merupakan berita yang memprihatinkan, mengingat belum redanya pemberitaan mengenai pelecehan seksual di Jakarta Internasional School. Para predator – sebutan untuk pengidap pedofilia—ini tidak tanggung-tanggung dalam menjalankan aksinya. Mengapa saya mengatakan hal tersebut? Sebagaimana yang dimuat dalam koran elektronik TEMPO.CO bahwasanya korban dari satu pelaku bisa berjumlah 73 orang.
            Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang juga dimuat pada halaman yang sama, dinyatakan bahwa 2012 jumlah korban anak yang menjadi korban kekerasan seksual ada 256. Lebih mencengangkan lagi pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2013 sejumlah 378 orang. Dari fakta ini dapat dilihat pula bahwa dari tahun ke tahun, kasus kekerasan seksual ini mengalami kenaikan. Dan pada caturwulan pertama pada tahun 2014 ini, kasus kekerasan seksual itu sudah berjumlah 200 kasus. Fenomena seolah berkata kepada kita bahwa perlu adanya antisipasi dan vaksin yang tepat untuk ‘virus’ yang tengah mewabah di negara kita ini.
            Tingginya angka yang telah terpapar di atas tersebut seakan menjadi alat yang kuat bagi dua lembaga elit polisi internasional, yaitu Interpol dan FBI untuk mangatakan bahwa kasus pedofilia di Indonesia adalah kasus yang tertinggi di Asia.
Setelah menyimak berita-berita tersebut, kita tentu tidak ingin adik atau anak kita menjadi korban selanjutnya. Na’udzubillaah. Oleh karenanya, kita sebagai orang yang lebih dewasa dan lebih mengerti mengenai kasus pedofilia ini harus waspada dan mengawasi adik atau anak kita dengan baik. Kita didik mereka untuk berhati-hati pada orang yang baru dikenal dan tidak begitu saja mau menerima kebaikan dari orang lain. Dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.
Kasus ini menjadi begitu serius karena bagi orang dewasa, seks merupakan sebuah kebutuhan, sebuah keniscayaan yang memang sudah di nas oleh Sang Pencipta Manusia. Tapi, penyimpangan seksual yang terjadi akan memburamkan masa depan korban yang notabene adalah seorang anak.
Penasehat Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Seto Mulyadi berpendapat bahwa upaya menekan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak ini harus dilakukan oleh negara dan pemerintah jika tidak ingin adanya peningkatan lagi pada tahun mendatang. Sebagai masyarakat yang merupakan bagian dari negara dan pemerintahan, apakah kita sudah siap dan sedia untuk berperan dalam usaha untuk mengentaskan anak-anak dari kekerasan seksual? Jika belum, maka Anda membaca tulisan yang tepat untuk itu.
Pendidikan Seks Baik Bagi Semua Anak
            End the taboo and lets talk about it. – Akhiri ketabuan (mengenai pendidikan seks) dan mari bicara mengenai hal itu -- Sebuah kalimat manis yang harus dikatakan oleh seorang Bunda kepada putra-putrinya. Bahwasanya pendidikan seks tidaklah tabu. Seks dengan keniscayaan sudah pasti menjadi hal yang akan diketahui oleh seorang anak. Pendidikan seks yang di’tabukan’ oleh sebagian orang justeru menjadi sebuah problema tersendiri. Bagaimana tidak? Pada lingkungan sosial yang menyelenggarakan pendidikan seks saja penyimpangan masih terjadi, apalagi di lingkungan sosial yang masih juga menganggap tabu pendidikan ini. Lantas, siapa yang harus mengganti pola pikir ini? Pembaca yang budiman, jawabannya adalah mari kita mulai dari diri kita sendiri.         Sekarang, dengan peran kita di tempat kita masing-masing, seyogyanya berpartisipasi secara aktif untuk melakukan pendidikan seks pada anak-anak, untuk menghindarkan mereka dari resiko terjadinya kekerasan seksual oleh para pedofil.
Jadi contoh yang baik untuk anak. Ada istilah Jawa yang kaya akan filosofi. Jarkoni – biso ngajar nanging ora biso nglakoni—Bisa memberi arahan, memerintah, tetapi tidak bisa menjalankan apa yang diajarkannya dan diperintahnya. Anak adalah peniru yang ulung, apalagi jika masih di usia balita. Pendidikan seks ini harus diawali sedini mungkin. Ketika orangtua memberi pendidikan kepada seorang anak, maka ia juga harus memberi contoh kepada anak sehingga contoh tersebut akhirmya bisa diterapkan oleh anak. Anaknya aja menutup aurat, masak ibunya nggak? Jangan sampai kalimat itu terlontar dari orang lain yang berada di sekitar kita. Perintah menutup aurat merupakan salah satu langkah awal pendidikan seks ini. Dengan menutup aurat, seseorang dapat mencegah bangkitnya nafsu lawan jenis untuk melakukan kekerasan seksual.

            Beri penekanan pada anak untuk menghormati privasi dari orang lain. Orangtua merupakan pendidik utama yang melaksanakan pendidikan seksual ini. Seiring bertambahnya usia seorang anak, ia akan bersosialisasi dengan orang yang bertambah banyak pula. Di lingkungan sosial yang semakin besar, akan muncul privasi yang bertambah banyak yang harus dijaga dan dihormati oleh seorang anak. Orang tua harus memberi penegasan kepada anak untuk tidak mengutak-atik dan mencampuri apalagi mengganggu privasi orang lain itu. Dalam pendidikan sosial, orangtua harus mengajarkan kepada anaknya untuk menghormati privasi orang lain dengan terlebih dahulu menghormati dirinya sendiri. Lewat obrolan santai, beri tahu anak untuk tidak menyentuh bagian tubuh orang lain yang jika ia disentuh oleh orang lain, ia akan merasa tersinggung.
Guru juga berperan penting dalam pendidikan seks ini. Melalui materi pelajaran yang diajarkan kepada anak, seorang guru bisa mengenalkan kepada mereka mengenai istilah ilmiah yang berhubungan dengan seks. Dalam buku Pendidikan Seks, Rono Sulistyo memaparkan tentang rencana pendidikan seks menurut golongan umur.
            Sejenak, marilah kita kembali pada usia 7-10 tahun. Sudahkah kita tahu apa itu reproduksi, sperma, dan ovum? Dalam pendidikan seks yang direncanakan oleh Rono Sulistyo, pada usia 7-10 tahun, seorang anak harusmya sudah dikenalkan dengan reproduksi yang terjadi pada binatang, kemudian disusul dengan reproduksi pada manusia, tentang sperma dan ovum.
            Pada fase usia selanjutnya yaitu 11-13 tahun, seorang anak hendaknya mempelajari tentang embriologi dan alat kelamin dalam, anatomi, menstruasi, persalinan, pemerkosaan, dan penyimpangan seksual.
            Selanjutnya, pada usia 14-16 tahun, materi-materi yang diajarkan kepada mereka adalah mengenai aspek sosial dari hubungan seks, dan tanggung jawab mengenai hubungan seks itu.
            Pendidikan seks baik bagi semua anak adalah benar. Orang tua dan guru serta masyarakat harus bekerjasama, melengkapi posisi peran mereka dalam kehidupan sosial, sehingga pendidikan seks ini bisa seiring sejalan antara teori, pemberian pemahaman yang tepat, serta pengawasan dalam tindakan seorang anak.
            Pedofilia bukanlah virus yang tidak ada vaksinnya. Dengan terlebih dahulu menata pola pikir, menganggap bahwa pendidikan seks bukan merupakan hal yang tabu sehingga anak dapat terbuka kepada kakak, orang tua, atau guru maka resiko terjadinya kekerasa seks dapat diminimalkan.
            Setelah mengetahui peran kita untuk mengatasi masalah sosial yang satu ini, yaitu Pedofilia, mari kita tilik bagaimana Islam memandu kita untuk memberikan pendidikan seks untuk anak.


Komentar