ATASI PEDOFILIA, ISLAM AJARKAN PENDIDIKAN SEKS (2)

Pendidikan Seks dalam Kacamata Islam
            Dalam Islam, pendidikan seks merupakan bagian dari pendidikan akhlak yang berdasar pada sumber hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
            “Dari Abu Hurairah, bahwasnya Rasulullah saw. ditanya : Apakah yang banyak memasukkan orang ke dalam surga? Rasul menjawab : “Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” Dan ditanya : Apakah yang banyak memasukkan orang ke dalam neraka? Rasulullah menjawab : Mulut dan faraj.” (H.R. Tirmidzi).
            Pembaca yang budiman, dari hadits ini tersirat bahwa pendidikan seks yang merupakan pendidikan akhlak adalah salah satu amalan yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Diperkuat lagi dengan jawaban Rasulullah yang kedua, bahwasanya apabila kita bisa menjaga faraj kita, makan kita telah terhindar dari hal yang paling banyak memasukkan orang ke neraka.
            Pendidikan seks pada anak dalam Islam sejatinya di mulai dari anak usia 0 tahun. Pada masa itu, orangtua memegang penting peranan sebagai pendidik bagi anak. Bagaimana caranya? Salah satunya ialah dengan menyusui anak pada tempat yang terbuka. Ingat suatu pepatah populer buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Seorang anak akan meniru apa yang dilakukan oleh oang tuanya, baik itu secara sadar ataupun tidak sadar. Oleh karena itu, seorang Ibu khususnya, yang mendidik anak dari awal kelahirannya harus memberi contoh yang baik.
            Pada usia 2-4 tahun, seorang anak hendaklah diajari tentang toilet training, dimana seorang anak harus menggunakan toilet ketika buang air. Seorang Ibu khususnya harus telaten untuk membiasakan anak menggunakan toilet. Pada usia ini pula, anak harus diajari cara bersuci.
             Memasuki usia tamyiz, yaitu pada usia 7 tahun, pendidikan seks ini dapat dijalankan dengan memisahkan tempat tidur mereka. Anak laki-laki dilarang tidur dengan anak perempuan. Hal ini memang sederhana, namun sarat akan makna. Dengan memisahkan tempat tidur mereka, seorang anak akan terbiasa untuk menghargai privasi orang lain. Menghargai privasi orang lain ini berarti pula seorang anak dididik untuk meminta izin ketika ingin masuk ke kamar orang lain, khususnya orang dewasa.
            Tidak hanya itu, pada usia tamyiz tersebut, seorang anak juga harus diberi penegasan akan tanggung jawab kewajiban mereka, yaitu dengan mengerjakan shalat lima waktu. Banyak pendidikan seks yang dapat kita lakukan pada usia ini, yaitu sebelum shalat, seorang anak harus berwudlu demi kesucian dirinya. Hal ini sekaligus menjadi cara untuk menjaga kesucian faraj mereka. Setelah berwudlu dan keadaannya suci, laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak boleh berentuhan, hal ini lagi-lagi dalam upaya untuk menjaga privasi orang lain. Ada lagi pendidikan seks dalam shalat ini, yaitu dengan menutup aurat, tidak menunjukkan lekak lekuk tubuh kepada orang lain yang dapat merangsang nafsu dari orang lain untuk melaksanakan kejahatan seksual.
            Dengan melakukan hal-hal tersebut, diharapkan ketika anak usia 7 tahun, ia sudah mampu untuk memahami batasan auratnya, mulai menutup auratnya, menghormati privasi orang lain, memahami mempraktikkan adab pergaulan lawan jenis, dan waspada pada orang yang tidak dikenalnya.
            Ada satu lagi cara yang efektif untuk memberikan pendidikan seks ini, yaitu dengan memasukkan materi mengenai pendidikan seks menurut Islam ini dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI). Tujuan dari pendidikan seks menurut Islam ini adalah memberi kemampuan pada peserta didik untuk memproteksi dirinya dari bahaya kekerasan seksual yang merebak dan semakin menjadi-jadi dari tahun ke tahun, dan secara tidak langsung melibatkan anak-anak untuk menjadi penurun angka kejahatan ini. Dengan cara ini pula, guru sebagai pendidik dapat melakukan evaluasi terhadap pemahaman peserta didik mengenai pendidikan seks ini.
Sebagaimana kita ketahui, pendidikan seks ini sebenarnya sudah dibahas dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak dalam Akhlaq Mahmudah –Akhlaq yang Baik—dan sebagian dalam mata pelajaran Fiqih, tapi pembahasan itu masih global. Belum dirinci untuk tujuan memproteksi diri anak dari bahaya kekerasan seksual. Evaluasi yang dilakukan guru sebagai timbal balik dari pendidikan itupun masih teoritis. Alangkah baiknya apabila evaluasi tersebut dilakukan dengan cara simulasi bertemu dengan orang jahat, atau dengan menerjunkn langsung para peserta didik di masyarakat.
            Pembaca yang berbahagia, dapatkan Anda melihat bahwa ada keterkaitan antara pendidikan seks dalam Islam yang baru saja Anda baca dengan ulasan mengenai rencana pendidikan seks yang ditulis oleh Rono Sulistyo? Apabila seorang anak terlebih dahulu dididik mengenai seks dengan pendidikan secara Islami selama 7 tahun, mangerti betul tentang pendidikan seks secara benar sesuai dengan syariat Islam, kemudian dididik kembali mengenai pendidikan seks secara umum, maka seorang anak akan menyimpang dalam mempelajari seks karena terlebih dahulu sudah mempunyai dasar keilmuan mengenai seks yang syar’i. 

Komentar