Teman untuk Anak-anakku

Sebelum masuk kelas, saya selalu berdoa supaya bisa menjadi teman belajar yang baik untuk anak-anak. Saya sering ngeri sendiri kalau membayangkan, anak-anak yang ada di hadapan saya ini adalah anak yang nantinya akan menghadapi tantangan di bonus demografi Indonesia. Belum lagi amanat undang-undang dengan segala keterampilan dan keilmuannya. Saya mengawali menjadi teman yang baik bagi mereka dengan mengenal mereka. Alhamdulillah, saya punya kesempatan banyak masuk kelas yang sama sehingga saya punya banyak waktu untuk ngobrol ke mereka. Sebelum belajar, saya selalu menghabiskan waktu 10-20 menit untuk menelaah kepribadian mereka. Tentu saja tidak sedalam itu. Sekadar hal-hal sederhana seperti cita-cita, hobi, atau aktivitas yang mereka sukai.Atau, karena saya sedikit banyak tahu tentang kepribadian mbti, zodiak, golongan darah, tidak jarang saya tanya hal-hal itu ke anak-anak. Lalu, saya menjadi tahu bagaimana karakter mereka. Percakapan sederhana yang tidak kalah menyenangkan ialah tentang ketakutan terbesar dan kebahagiaan mendalam bagi anak-anak. Takut kucing, takut ketinggian, takut mati, takut orang tua marah, takut gelap, adalah beberapa jawaban mereka. Indah sekali mendengar jawaban mereka yang jujur dan sederhana. Ketakutan dan kebahagiaan mereka berkaitan dengan hal-hal yang sangat dekat dengan kita, yang tidak jarang orang dewasa melupakannya. Efeknya pada kesiapan belajar mereka, raut wajah mereka menjadi lebih bersemangat. Saya pernah membaca artikel bahwa manusia sebenarnya punya kecenderungan berbahagia ketika membicarakan tentang dirinya sendiri, apalagi didengarkan dengan baik. Dan it works ke anak-anak. Pada suatu kesempatan, saya bertanya tentang bidang apa yang mereka gemari, yang mereka sangat mengetahui terhadap hal tersebut. Baik selaku penikmat, komentator, ataupun sebagai pelaku. Saya asosiasikan kegemaran mereka itu dengan pembelajaran. Kebetulan saya mengajar tentang teks persuasi. Saya mendorong mereka untuk memikirkan apapun yang mereka sangat ketahui dan harapan mereka terhadap hal tersebut. Mereka juga harus sertakan argumen terkait hal tersebut. Saya beri beberapa contoh teks untuk mereka yang visual, saya putarkan musik untuk mereka yang auditori, dan saya bebaskan mereka menulis di manapun untuk mereka yang kinestetik. Ceritanya supaya merdeka belajar. Hehe. Tibalah saat mengomunikasikan. Ada beberapa anak yang tulisannya sangat bagus. Seperti membuka sisi lain dari diri mereka. Biasanya, mereka yang duduk diam dan malu dengan berani memberitahu teman-temannya terkait hal yang mereka sukai. Lagi, saya yakin kalau semua orang punya rasa bahagia yang ajaib ketika mereka berbicara hal-hal tentang diri mereka. Dan, saya sempat terharu karena pemikiran anak 15 tahun ternyata bisa sangat dewasa. Harapan mereka ternyata bisa sangat kompleks dan lagi, sering dilupakan oleh orang dewasa. Salah satu contohnya ialah ketika Billy berbicara tentang virus corona. Sudah sangat kita ketahui bahwa untuk mencegahnya, kita harus menjaga kebersihan, dll. Tapi Billy menulis bahwa kita tidak boleh egois. Harus memberikan kesempatan pula untuk seluruh masyarakat secara merata untuk mengonsumsi makanan yang sehat, tanpa terkecuali. Hiks, nangis saya mendengar anak 15 tahun membacakan kalimat sebermakna itu. Lagi, anak yang gemar bercanda ria selama proses pembelajaran ternyata sangat mengerti tentang sepak bola. Ia menulis tentang klub bola favoritnya dan mengomentari serta memberi harapan yang bagus bagi tim favoritnya. Sungguh bahagia saya mendengarnya. Dan anak-anak luar biasa lain, yang ternyata, ketika kita memberikan tugas/ proyek sesuai dengan yang mereka gemari, mereka kuasai, hasilnya akan sangat bagus. Bukan hanya hasilnya, kitapun bisa melihat sisi lain dari mereka yang tidak pernah kita ketahui selama proses pembelajaran. Tetap jadi teman baik Ibu ya, Nak. Terimakasih sudah menjawab ke-kepo-annya Bu Suci. :)

Komentar